Mataram – Kematian bayi di NTB masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah provinsi. Kematian bayi ini, memiliki kaitan dengan kesehatan ibu selama proses kehamilan. Kalau tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan kelahiran prematur. Karena itu, untuk mencegah terjadinya kelahiran prematur, diperlukan sosialisasi dan edukasi yang masif dan luas kepada masyarakat.
“Kita merasa perlu edukasi tentang Penanganan Bayi Prematur seluas-luasnya disebarkan kepada Masyarakat, tidak hanya kepada Ibu Bayi Prematur tetapi Juga bagi Calon-Calon Ibu,” tegas Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah saat Pembukaan Seminar Awam tentang Bayi Prematur di RSUD Provinsi NTB, Sabtu (16/11/2019).
Wagub mengungkapkan bayi prematur berdasarkan pengalaman yang ada bisa tumbuh sehat dan cerdas asal penanganannya pakai ilmu dan pengetahuan. Maka hal yang perlu diperkuat untuk penanganan masalah ini adalah revitalisasi Posyandu.
“Dengan program yang ada Revitalisasi Posyandu diharapkan intervensi untuk menekan angka kematian bayi dengan menyelesaikan masalah kesehatan dan sosial dapat dilaksanakan secara menyeluruh sampai ke dusun dan pelosok wilayah,” tegas Wagub yang akrab disapa Umi Rohmi pada kegiatan dalam rangka Hari Kesehatan Nasiona dan Hari Prematur Dunia tersebut.
Karena itu, Umi Rohmi berharap kegiatan seminar itu dapat dimanfaatkan sebagai forum untuk menambah ilmu dan pengetahuan cara penanganan bayi preamatur.
Berdasarkan Data yang dirilis Humas RSUD provinsi NTB, menyebutkan setiap tahun di seluruh dunia, sekitar 15 juta bayi terlahir prematur. Sementara itu, Indonesia menempati peringkat ke-5 kelahiran prematur tertinggi di dunia, WHO mencatat ada 675.700 kelahiran premature di Indonesia.
Berdasarkan data WHO, terjadi peningkatan angka kelahiran premature selama 20 tahun terakhir. Bayi prematur memiliki banyak tantangan kesehatan setelah lahir, seperti gangguan pernafasan, peningkatan risiko infeksi, danpeningkatanrisikopenyakittidakmenularatau non communicable diseases (NDS) seperti hipertensi dan diabetes di kemudian hari atau masalah kesehatan yang lain.
Salah satu cara mengurangi hal tersebut adalah dengan mengetahui faktor risiko ibu melahirkan anak prematur.
Anak yang terlahir prematur berisiko memiliki kondisi kesehatan yang memerlukan perhatian khusus karena dapat berdampak pada tumbuh kembangnya, baik dalam jangka pendek ataupun panjang. Bayi prematur memiliki resiko stunting sehingga jika salah dalam pengolahan dan pengembangannya, maka pertumbuhannya tidak akan secepat anak normal.
Bayi prematur ini harus terus menerus dipantau karena ada masanya dia harus mengejar sehingga dapat tumbuh menjadi generasi berkualitas yang sama dengan anak normal pada umumnya. Tidak hanya sehat tetapi juga pintar dan cerdas.
Perlu juga diingat bahwa masa depan anak tidak hanya ditentukan setelah ia lahir. Masa depan seorang anak dipengaruhi oleh status kesehatan pada 1000 hari pertama, dimulai sejak masih di dalam kandungan ibu (270 hari). Oleh karena itu, ketika anak lahir prematur, salah satu hal penting yang perlu dilakukan adalah penanganan nutrisi untuk mengejar ketinggalan tumbuh kembang selama periode emas 1000 HPK tersebut.
Beberapa kebijakan dan program pemerintah yang terkait penanganan masalah gizi pada balita dan intervensi stunting antara lain: Permenkes 23/2014 tentang upaya perbaikan gizi, kerangka kebijakan gerakan nasional percepatan gizi dalam rangka seribu hari pertama kehidupan (Gerakan 1000 har ipertama kehidupan)/ 2013, Perpres No 42/2013 tentang gerakan nasional percepatan perbaikan gizi dan juga progam “Intervensi Gizi Spesifik” di kementrian kesehatan melalui puskesmas dan posyandu. (*)